Menjelang Tahun Kedua: Evaluasi Kinerja Gibran sebagai Wakil Presiden Indonesia
Setahun lebih sudah Gibran Rakabuming Raka mendampingi Presiden Prabowo Subianto di pemerintahan baru. Awalnya banyak pihak memandang Gibran hanya sebagai simbol regenerasi dan kontinuitas politik keluarga Jokowi. Namun kini, menjelang tahun keduanya sebagai wakil presiden, publik mulai menilai kinerjanya secara lebih objektif — bukan lagi berdasarkan nama belakang, tapi pada hasil kerja dan posisi politiknya di kabinet.
Sejak awal masa jabatan, Gibran banyak terlibat dalam agenda pembangunan daerah dan program hilirisasi pangan. Ia kerap turun langsung ke lapangan, mengunjungi sentra produksi pangan, dan berdialog dengan pelaku UMKM. Pendekatan hands-on ini diharapkan mampu mempercepat implementasi visi ekonomi kerakyatan yang diusung pemerintahan Prabowo-Gibran. Namun, sejumlah analis menilai peran Gibran mulai meredup seiring menguatnya pengaruh kementerian dan lembaga teknis yang lebih senior.
Meski begitu, Gibran masih memegang beberapa proyek strategis. Salah satunya adalah pengembangan teknologi pertanian berbasis AI dan digitalisasi pasar tradisional. Dalam sejumlah kesempatan, ia menegaskan bahwa modernisasi ekonomi rakyat tidak boleh mengorbankan karakter lokal dan nilai sosial komunitas. Gibran juga menjadi wajah muda yang diandalkan dalam diplomasi ekonomi Asia Tenggara, terutama ketika Indonesia memperkuat kerja sama dengan Vietnam, Filipina, dan India di sektor pangan.
Dari sisi politik, dinamika di Istana juga turut mempengaruhi ruang gerak Gibran. Beberapa sumber menyebutkan bahwa ia kini lebih banyak berfokus pada isu-isu sosial dan pemberdayaan generasi muda ketimbang politik strategis tingkat tinggi. Kritik datang dari kalangan oposisi yang menilai Gibran belum menunjukkan inisiatif besar dalam kebijakan nasional, sementara pendukungnya menilai ia sedang bermain cerdas: membangun fondasi politik jangka panjang tanpa tergesa tampil dominan.
Tantangan terbesar Gibran justru datang dari persepsi publik. Di media sosial, ia masih sering menjadi sasaran satire dan perbandingan dengan ayahnya. Namun dalam beberapa survei elektabilitas, citranya cukup stabil di kalangan pemilih muda — terutama karena gaya komunikasinya yang lebih ringan dan cepat beradaptasi dengan isu digital. Keberhasilannya mempertahankan relevansi di era politik serba-viral ini bisa menjadi aset besar menjelang tahun-tahun politik berikutnya.
Menjelang tahun kedua masa jabatan, arah kebijakan Gibran akan menjadi kunci apakah ia hanya akan dikenang sebagai “wakil presiden muda pertama di era modern” atau sebagai sosok yang benar-benar membangun jejak kepemimpinan baru. Dalam politik Indonesia yang serba cair, satu tahun ke depan akan menjadi ujian penting bagi kapasitas dan strategi politik Gibran Rakabuming Raka.